- Home >
- KARYA TULIS , LPM >
- Guru Penghancur Generasi
Posted by : farezchaiber.
Saturday, November 24, 2018
Dibuat oleh: Farez DH
Ini adalah cerita
dari desaku yang terletak di pinggiran kota kecamatan Majenang. Aku ingin
berbagi dengan para pembaca karena cerita ini, meski tidak sehebat kisah para
legenda, tetapi penting untuk didengar dan dicermati. Dan demi menjaga hubungan
baik, sejumlah tokoh dalam cerita ini sengaja tidak kusebut namanya. Cukup
kuambil sari ceritanya sebagai hadiah buat para pembaca setia.
Cerita ini
berkisah tentang kecerdasan manusia yang luar biasa, bukan hanya dalam beragama
dan bernegara tetapi juga dalam menyalahgunakan keduanya. Kisah tentang
bagaiamana batas-batas dibuat dan dilewati, aturan ditetapkan dan dilanggar.
Semua berlangsung secara berlahan-lahan namun dampaknya begitu besar hingga
berkaitan dengan Tuhan dan kemanusiaan kita. Mari kita mulai mengaji dari
cerita ini.
Belajar mengaji
adalah peroses seorang anak yan bergama Islam untuk memahami dan mengerti
tentang menjadi muslim yang sebenarnya. Namun, banyak aksi terorisme yang
berlandaskan agama, seperti aksi jihad
ISIS, JI, HTI dan yang lainnya adalah hasil dari peroses mereka mengaji. Walau
terkadang mereka kekuranan materi saat mengaji, entah karena guru atau ustadz yang
kurang menguasai ilmu-ilmu agama atau karena terlalu banyaknya kegiatan mengaji
sehingga kekurangan waktu untuk memahami
secara kritis sekaligus mengamalkan materi yang telah dipelajari.
Setiap guru
ngaji memiliki cara tersendiri untuk mengajarkan cara membaca Alquran. Banyak dari
guru ngaji yang mengajar muridnya dengan suka rela karena banyak faktor baik
dari pihak pelajar yang tidak mampu membayar atau dari pihak kiai atau guiru
sendiri yang tidak mau dibayar.
Entah kiai di
darah lain sama seperti kiai di daerahku atau tidak. Di daerahku, seorang
yang memiliki ilmu dalam bidang keagamaan yang tinggi saling berebut
untuk mendapatkan murid dan sarana belajar; mereka saling bersaing dalam membuat
seorang anak memahami agama, sehingga persaingan itu justru menjadikan kegiatan
mengajak agama sebagai media politik untuk kepentingan diri mereka sendiri.
Mereka, para
guru dan kiai, saling menunjukan kualitas mengaji satu sama lain sebagai media
untuk menarik perhatian bagi murid-murid agar mau mengaji. Lucunya, setelah
banyak murid yang mengaji, setiap murid dijadikan komoditas dengan menarik
bayaran demi memenuhi kebutuahn ini dan itu. Hal semacam itu adalah sesu yang
biasa. Akan tetapi, yang menjadi luar biasa
adalah saat mereka sudah mendapatkan apa yang mereka cari, yaitu bayaran para
muruid, mereka justru tak perduli apakah muridnya sudah memahami materi
pelajaran atau belum, misalnya mereka tak peduli melihat beberapa murid
melompati proses-proses dalam belajar mengajinya.
Tidak sedikit
dari mereka yang benar-benar dapat
membaca Aquan dengan baik, bahkan murid yang sudah lancar membaca Alquran pun, entah apakah mereka sudah memaham arti dari
setiap ayatnya atau belum. Akibatnya, banyak orang yang mengartikan ayat-ayat
Alquran tanpa menguasai terlebih dahulu ilmunya dengan benar. Singkatnya,
mereka tidak memiliki tanggung jawab di
dunia dan akhirat.
Saat para
pelajar itu meneruskan ajaran dari para kiai atau gurunya kepada orang lain,
bisa keluarga atau tetangga atau teman mereka, mereka telah memberikan pemahaman yang mereka sendiri tidak
benar-benar memahaminya karena tidak menguasai dasar-dasar ilmuna. Hal semacam
itulah yang membuat agama rentan disalahgunakan termasuk untuk menghancurkan
negara dan masyarakat sebagaimana aksi terorisme yang juga berangkat dari
pemahaman dan tujuan mempelajari agama secara salah dan keliru.
Jadi,
berhentilah menciptakan bibit-bibit kehancuran melalui metode pembelajaran utuk
meraih keuntungan pribadi semata, bukan
kepentingan umum dan masadepan. Berhentilah mengajarkan ilmu agama jika kita
belum memahamui dengan dasar ilmu yang dapat dipertanggung jawabkan di hadapan
para ahli dan di hadapan Tuhan, baik di dunia dan akhirat.
GANTI HALAMA